Tuesday, December 5, 2023
HomeDAERAHSAMARINDASamarinda, Balikpapan dan Kukar Tertinggi Kasus TBC di Kaltim

Samarinda, Balikpapan dan Kukar Tertinggi Kasus TBC di Kaltim

DEADLINE.CO.ID, SAMARINDA – Di Kaltim, terdapat tiga kabupaten/kota yang menjadi daerah tertinggi kasus penyakit Tuberkulosis (TBC) atau TB. Yakni Samarinda, Balikpapan dan Kutai Kartanegara.

Hal ini diungkapkan oleh Plt Kepala Dinas Kesehatan melalui Kepala
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kaltim Setyo Budi Basuki.

Dikatakannya, Samarinda menjadi daerah tertinggi kasus TB sejak beberapa tahun terakhir.

Setyo Budi Basuki menyebut, berdasarkan data yang dicatat di Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, tahun 2021, kasus TB di Samarinda mencapai 1.945 kasus, Balikpapan 1.166 kasus dan Kutai Kartanegara mencapai 713 kasus.

“Saat ini, memang prevalensi kita terhadap kasus terkonfirmasi TB paling banyak terjadi di Samarinda, Balikpapan dan Kutai Kartanegara,” ucapnya, Jumat 25 Maret 2022.

Diakuinya, sejak dikeluarkannya instruksi dari Kementerian Kesehatan untuk membebaskan masyarakat Indonesia, termasuk Kaltim dari TB di tahun 2030, menjadi tugas berat Dinas Kesehatan. Pasalnya, hingga saat ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa penyakit TB adalah jenis penyakit “aib”, yang erat dengan kalangan bawah dan masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh. Sehingga banyak orang yang mengidap TB enggan memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, akibatnya tidak terdata oleh Dinas Kesehatan.

“Padahal target kita tinggi, di Kaltim hingga tahun 2030 harus bisa menemukan 3.364 kasus. Tapi sampai ini kita hanya baru bisa menemukan di kisaran 300 kasus TB,” terangnya.

Menurut Setyo Budi Basuki, berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kaltim untuk menemukan kasus TB sesuai target. Namun, banyak kendala yang dihadapi.

“Kita inginnya, cepat ditemukan, diobati sampai sembuh. Masalahnya, proses penemuan kasus harus melibatkan masyarakat itu sendiri, faskes pemerintah dan faskes swasta. Tapi kendala kita, kesadaran masyarakat cukup lemah untuk memeriksakan diri, ini yang perlu kita edukasi bersama, karena masih ada stikma TB penyakit tidak baik, padahal semua orang punya potensi,” bebernya.

Berdasarkan data penemuan kasus TB di Kaltim dari tahun ke tahun, dia menjelaskan, data tahun 2019 lalu, kasus TB yang ditemukan lebih banyak dibandingkan temuan data di tahun 2020 dan 2021. Penyebabnya adalah pandemi COVID-19, yang membatasi kegiatan masyarakat di luar rumah.

“Kegiatan pelacakan kita terganggu karena pandemi, sehingga temuan juga menurun, karena ada pembatasan kegiatan,” katanya.

Dia menjelaskan, hampir sama dengan kasus COVID-19, setiap ditemukannya kasus baru TB, maka seluruh yang kontak erat dengan penderita harus dilakukan pemeriksaan, untuk memastikan penularan yang terjadi.

“Saat ada yang terkonfirmasi TB, maka kontak erat juga harus diperiksa. Tahun 2021 kita terus bergerak, sesuai data yang masuk TB ini banyak dilaporkan dari faskes pemerintah. Padahal banyak juga masyarakat ke faskes swasta. Untuk itu kita bersinergi, bekerjasama dengan faskes swasta dan puskesmas. Karena obat TB ini mahal dan penyembuhan lama, kalau dia mampu pembiayaan selama 6 bulan tidak apa-apa, tapi kalau tidak mampu dan berhenti, ini berbahaya,” pungkasnya.

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments